Pembicara-pembicara muda kreatif ini adalah salah satu inspirasi terbesar Ubud Food Festival dalam memilih tema tahun 2018 ini, ‘Generasi Inovasi’. Mereka berhasil membawa sesuatu yang baru dan seru ke dalam industri kuliner Indonesia, serta sukses menjadi idola baru kuliner. Hari ini kami berbincang dengan Tissa Aunilla dari Pipiltin Cocoa, brand cokelat favorit yang berbasis di Jakarta.
Bisa Mbak Tissa ceritakan awal mula terbentuknya Pipiltin Cocoa dan kenapa Mbak Tissa memutuskan memulai Pipiltin Cocoa?
Awal terbentuknya adalah karena terkejutnya saya waktu itu, waktu menemukan merek cokelat bernama Felchlin, dari Swiss, cokelat yang sangat kaya rasa cokelatnya, tekstur yang sangat lembut, yang ternyata biji cokelatnya adalah dari Indonesia. Pada saat itulah saya mengetahui bahwa Indonesia sebenarnya adalah produsen biji cokelat terbesar ke-3 di dunia.
Jadi saya dan adik saya, Irvan Helmi, memutuskan untuk membuka Pipiltin Cocoa untuk memperkenalkan rasa-rasa unik dari cokelat-cokelat di Indonesia, dengan cara memproduksi premium chocolate couverture dari biji-biji cokelat lokal yang dapat bersaing dengan produk-produk cokelat premium unggulan di dunia.
Pipiltin Cocoa kan menarik karena branding-nya yang unik, boleh tidak Mbak Tissa membagikan cerita tentang konsep branding Pipiltin Chocolate?
Pada saat membangun Pipiltin Cocoa, kami memang ingin Pipiltin mempunyai nyawa dan karakter yang kuat, karena di balik brand Pipiltin, kami mempunyai cerita yang kuat, dengan mengangkat karakter rasa cokelat dari masing-masing daerah, dan membeli langsung biji-biji cokelat tersebut dari petani. Kami dapat bercerita kearifan lokal dari masing-masing daerah dalam proses menghasilkan biji cokelat yang berkualitas, bercerita tentang kehidupan para petani, dan apa saja pengharapan mereka ke depan.
Dalam konsep branding Pipiltin, kami juga sangat lugas menyampaikan ke pelanggan kami bahwa kami sangat mendukung sustainability, oleh karena kami membeli langsung dari petani tersebut, sehingga petani dapat harga yang layak, sehingga mereka dapat mempertahankan kebun cokelatnya dan dapat terus memproduksi biji cokelat dengan kualitas yang sangat baik.
Kami juga daerah penghasil biji cokelat dapat lebih dikenal masyarakat luas, maka dari itu dalam packaging kami, asal biji cokelat dari daerah penghasil kami desain dengan font yang paling besar sehingga mudah terbaca. Kami menamakan produk kami: “Tabanan Bali 70%”, “Aceh 73%”, bahkan dalam plated dessert dan individual cakes yang kami jual di kafe kami, daerah penghasil kami masukkan ke dalam nama dari menu-menu makanan atau minuman.
Apa sih Mbak tantangan yang dihadapi di awal berdirinya Pipiltin Cocoa?
Tantangannya adalah how we create the market, how we introduce single origin chocolate to the market. Karena pada saat itu market untuk cokelat lokal premium belum ada dan konsumsi cokelat di Indonesia yang sangat rendah dibanding negara-negara di Eropa dan Amerika. Itulah alasannya, pada saat kami buka Maret 2013 yang lalu, kami lebih fokus ke kafe cokelat dan memperkenalkan cokelat-cokelat kami, karena konsep ‘dessert’ lebih dikenal oleh orang Indonesia, setelah itu baru kami lebih mudah untuk memperkenalkan rasa-rasa cokelat kami yang distinctive ke masyarakat luas.
Bagaimana pandangan Mbak Tissa mengenai industri kuliner Indonesia saat ini?
Industri kuliner saat ini sangat berkembang, dimana profesi chef juga sudah menjadi salah satu profesi yang bergengsi. Untuk Indonesia, industri kuliner yang sangat berkembang saat ini adalah kuliner lokal, dapat dilihat dari banyaknya restauran dengan makanan Indonesia yang buka dan banyak diminati orang.
Apa yang ingin Mbak Tissa lihat di industri kuliner Indonesia pada tahun 2018?
Makin berkembangnya dan dihargainya local products.
Terakhir, apa Mbak Tissa punya tips atau saran untuk anak-anak muda yang ingin memulai usaha di bidang kuliner?